Jalan menuju Iman
1. Kebangkitan Manusia
Berbicara
tentang kehidupan banyak yang tak paham maknanya. Tujuan hidup terbuang percuma
seolah semuanya tak akan pernah berakhir. Allah yang Maha Melihat telah
mengatur segalanya namun HambaNya acapkali lalai, khilaf dan penuh dengan
kealpaan. Begitukah tanda-tanda mensyukuriNya?
KEBANGKITAN
!! Sebenarnya manusia itu harus bangkit. Apa maknanya? Bangun dari lelapnya
tidur. Menunggu sang mentari dan melihat matahari. Seseorang akan bangkit
ketika ia mampu mengajak pikirannya untuk bangkit. Sebab pemikiranlah yang akan
membentuk mafahim (persepsi)
seseorang terhadap segala sesuatu. Berpikirlah tentang penciptaan langit dan
bumi, penciptaan makhluk, dan hidup. Seseorang tidak akan pernah berubah
apabila pikirannya tidak diajak untuk berubah.
Allah berfirman
dalam surat Ar-ra’du ayat 11 yang artinya :
“sesungguhnya Allah tidak akan pernah
mengubah keadaan suatu kaum sebelum kaum itu sendiri yang mengubah apa yang ada
pada diri mereka”
Satu-satunya cara untuk mengubah
pemikiran seseorang adalah dengan membentuk suatu pemikiran tentang kehidupan
dunia sehingga disini akan terbentuk suatu pemikiran yang benar. Cobalah
bertanya pada diri sendiri tentang 3 pertanyaan mendasar ::
1.
Darimana aku berasal?
2.
Untuk apa aku hidup?
3.
Kemana aku setelah ini?
Ketiga pertanyaan itu menjadi tolok ukur
kehidupan seseorang. Ketika ia mampu berfikir dengan baik sehingga terbentuk
jawaban yang benar maka baiklah hidupnya. Namun bagaimana apabila sebaliknya?
Sebagai contoh, ketika ditanya “darimana
aku berasal?” yah ditanya ma anak TK pun tau kalo kita berasal dari TUHAN
SEMESTA ALAM. :D hehehee.. Namun terdapat banyak perbedaan ketika diajukan
pertanyaan “untuk apa kamu hidup?” Hmm...
Macam2 nii jawabannya. Kalo ditanya ma tukang Mabok, “yah buat mabuk-mabukkan lah” Ditanya ma tukang dugem, “buat seneng-seneng” Ditanya ama orang
Matre “Pastinya buat cari uang”.. Macem-macemlah
jawabannya. Jawaban ini akan tergantung pada siapa yang DIAGUNGKAN, siapa yang DITUHANKAN
!!
Ketika seseorang meng-HAMBA-kan dirinya dengan MATERI, maka
materilah yang menjadi tujuannya, ketika KARIER menjadi tujuan hidupnya, maka
segala cara ia lakukan untuk mendapatkan POPULARITAS. Lantas, benarkah dengan
semua jawaban itu? Tentu tidak.
Hidup ini diciptakan bersamaan dengan aturannya. Manusia
diciptakan bersama dengan segala kebutuhan hidupnya. Alam semesta dihamparkan
dengan segala keindahannya. Untuk apa? Jelas dalam Al-Qur’an dikatakan bahwa
Allah tidak menciptakan manusia, alam semesta dan hidup ini tidak lain hanya untuk
beribadah kepadaNya. Silahkan bekerja !! Karena Khaliq juga ingin melihat
ikhtiarmu. Silahkan kejar popularitas !! Toh Rasulullah bersabda :: “sesungguhnya untuk urusan duniamu hanya kamu
yang tahu”.
Jawablah pertanyaan ketiga dan tanyakan pada hatimu tentang
kebenarannya. ”kemana kita setelah ini?”.
Dalam Surat Al-Baqarah ayat 156 Allah berfirman yang artinya ::
“sesungguhnya
kami berasal dari Rabb dan akan kembali kepadaNya”.
Ketika ketiga pertanyaan itu mampu dijawab dengan pemahaman yang
baik, kita akan menyadari bahwa sebelum hidup ini, hidup ini, dan setelah hidup
ini memiliki hubungan yang cukup erat.
Ketiga unsur
utama diatas (manusia, hidup, dan alam semesta) memiliki hubungan yang cukup
erat dengan kehidupan ini. Terlihat bahwa sebelum kehidupan
diciptakan hanya ada ALLAH ‘AZZA WA JALLA. Yang kemudian Allah berkehendak
untuk menciptakan para Malaikat, Iblis, Jin, Syeithan dan kehidupan ini dengan
cukup sempurna yakni dunia beserta isinya. Namun ingatlah, bahwa kehidupan ini
fana, kekurangan, dan terbatas. Semua kefanaan, kekurangan, dan keterbatasan
itu kemudian akan kembali pada kebaqa’an. Yakni Allah Azza Wa Jalla. Kesanalah
tempat kembali sesungguhnya.
Dan ternyata
landasan berpikir (al-qaidah al-fikriyah)
secara menyeluruh ini akan dapat ditempuh dengan cara suatu pemikiran yang
cemerlang (al-fikriyah al-mustanir) tentang
kehidupan ini, hingga terbentuklah suatu aqidah. Ketiga pertanyaan dasar
tadilah yang menjadi dasar setiap permasalahan yang kita hadapi didunia ini.
Karena ketiga pertanyaan tersebut merupakan pertanyaan pokok sehingga mampu
menyelesaikan cabang-cabang masalah didunia ini. J
Sebagai contoh :: ketika seorang wanita ingin
berkarier, sebenarnya Islam sudah memberi aturan-aturan tertentu untuk karier
seorang wanita. Ketika ia akan memilih suatu pekerjaan, ia akan berfikir
tentang asal mulanya diciptakan, “DARI ALLAH”, tujuang hidup didunia ini
“BERIBADAH KEPADA ALLAH”, dan kemana
setelah ini “KEMBALI KEPADA ALLAH”. Maka
suatu aqidah terbentuk sehingga ia menyadari bahwa apapun yang ia
lakukan didunia ini akan dimintai pertanggungjawabannya. Dan selanjutnya ia
akan lebih berhati-hati dalam memilih pekerjaan (menempuh karier).
Islam telah menuntaskan segala macam
problematika kehidupan manusia. Semua tercantum dalam Al-Qur’an dan Al-Hadist.
Dan setiap penyelesaian itu sesuai dengan fitrah, memuaskan akal, serta memberikan
ketenangan jiwa. Islam dibangun atas dasar akidah. Oleh karenanya, seseorang
yang memeluk Islam tidak hanya serta merta mengucap kalimat syahadat. Namun
tergantung sepenuhnya pada pengakuan terhadap kalimat syahadat tersebut, yakni
pengakuan yang benar-benar muncul dari akal. J Akidah menjelaskan
bahwa dibalik alam semesta, manusia dan hidup terdapat Pencipta (Khaliq) yang
telah menciptakan ketiganya, serta menciptakan segala isinya. Bahwasanya
Pencipta telah menciptakan segala sesuatu dari sesuatu yang tidak ada menjadi
ada. Dialah Allah SWT. Ia bersifat wajibul
wujud, wajib adanya. Ia bukan makhluk, karena sifatNya sebagai Pencipta
memastikan bahwa diriNya bukan Makhluk. Ia juga bersifat mutlak adanya, karena
segala sesuatu menyandarkan wujud atau eksistensinya kepada diriNya; sementara
Ia tidak bersandar pada apapun.
2. ALLAH Subhanahu Wa Ta’ala
Begitu banyak pertentangan yang muncul,
kemungkinan-kemungkinan yang diperdebatkan. Ntah untuk apa, kagak ada yang tahu
:D. Dalam bukunya, La Tahzan (Dr.’Aidh
Al-Qarni) dibuat satu judul yang sedikit menggelitik, “La Tahzan (jangan bersedih), sesungguhnya DENGKI itu sudah ada sejak
dulu”. Kenapa begitu banyak orang-orang memperdebatkan tentang wujud Tuhan?
Kenapa ada segolongan orang-orang yang tak segan menyimpulkan wujud Rabb?
Padahal jelas dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa kita diciptakan dari sesuatu
yang “hina” namun Rabb menciptakan dalam bentuk yang sempurna. Kebanyakan
pertentangan antara Muslim vs Non Muslim muncul diakibatkan hanya ada satu
masalah, “Tuhan Islam itu yang mana?” Kenapa harus dipertanyakan? Jangan heran
kalau terkadang orang Muslim sendiri (ma’af) sering bertanya-tanya tentang
wujud Rabb. Astaghfirullah.
Manusia sifatnya terbatas, karena ia
tumbuh dan berkembang sampai waktu tertentu. Setiap manusia akan lanjut usia
(kecuali kalau ntar di Syurga, dijamin ga bakalan tua. Rata-rata manusia
berumur 17 tahun :D). Hidup juga terbatas, meskipun keterbatasannya tampak dari
setiap individual (yakni ajal/kematian/die, dll
:P). Alam semesta juga terbatas, mulai dari atom terkecil sampai benda terbesar
sekalipun (masuk didalamnya matahari, bulan, planet-planet, gunung-gunung, apalagi yach?? Pokoknya yang besar-besar dech
:D) juga punya batasan waktu tertentu. Himpunan segala sesuatu yang
memiliki keterbatasan maka sifatnya pun terbatas. Maka dapat disimpulkan bahwa
segala sesuatu yang ada didunia ini tidak
Azali . Karena jika ia bersifat azali (tidak berawal dan berakhir), pasti
tidak ada keterbatasan.
Maka hal-hal yang demikian sering
muncul menjadi suatu pertanyaan yang sebenarnya sulit sekali untuk dijawab.
Dalam beberapa fenomena yang terjadi beberapa tahun kebelakang, khususnya pasca
Tsunami (Desember 2006) di Aceh, begitu banyak kontrovesi yang terjadi
seputaran agama Islam. Kenapa harus umat Islam yang ditimpa bencana seperti
itu? Kenapa yaa?? Coba tanya ... :) Oleh
karenanya tak heran, begitu banyak umat Islam disaat keterpurukan seperti itu
mudah tergoyahkan.
Jadi teringat cerita ketika saya SMP,
sebagian besar teman saya adalah Non Muslim. Mereka sering tanya, “waktu orang
islam shalat, apa yang diliat? Sujudnya buat siapa? Doanya sama siapa?”.
Secara.. Waktu SMP ilmu masih pas-passan jadi ga beranii jawab dikitpun.
Terkontaminasi banget dengan nasihat orang tua “hati-hati jawab pertanyaan orang non muslim kalo ditanya-tanya tentang
Islam, sembarangan jawab, MURTAD lho... Iiihhh... mana mau !!” L Jadi setiap
muncul pertanyaan tersebut dari teman, bawaannya nyengir ajja gaa jelas. Senyum-senyum
maksa.. Koq bisa? Karena ketika pertanyaan yang sama kita balik tanya ke mereka, luar biasa!!
Lancar macem air jawabnya. :D
Hal yang sama terulang kembali waktu
masa-masa SMA. Teman Facebook dan Friendster yang non muslim mengajukan
pertanyaan yang sama (Cuma kata-katanya
ajja yang beda, lebii gimana gt :P). Nah... Pas banget kan ... Mulailah
berdiskusi di dunia maya yang kurang lebih menghabiskan waktu 1,5 tahun. Dari
sinilah muncul berbagai pendapat tentang keyakinan setiap orang beragama.
Mengapa mereka bersikukuh dengan agamanya?? Padahal asal mula setiap agama tu
sama, sama-sama mengajak kita untuk menyembah Allah SWT. Namun ketika masa
kekhalifahan, Al-qur’an mulai diburamkan hingga muncullah agama yang sesat (keknya kalo cerita nii udda pada tau semua
dech ... hehehe ). Ternyata dalam menentukan keberadaan Khaliq (Allah SWT)
didapati 3 kemungkinan.
1.
Dia diciptakan oleh yang lain. Mustahil
banget yaa ..
Jelas bathil
kemungkinan ini. Mengapa? Yaa ga
mungkinlahh ... Bayangkan jika Allah diciptakan oleh yang lain, maka Allah
memiliki keterbatasan yang sama dengan manusia. Terbatas sifatNya, ilmuNya,
kehendakNya, kekuasaanNya. Karena ada yang menciptakan. Jadi mustahil jika yang
diciptakan penuh dengan kesempurnaan (tanpa cela) daripada yang menciptakan.
Sebagai contoh ::
seorang pembuat meja. Yang diciptakan (dihasilkan) adalah meja. Pembuat meja
ini dapat menciptakan berbagai bentuk meja sekaligus dengan corak keindahannya.
Akan tetapi kalo kita pikir, apakah si tukang pembuat meja ini sama dengan meja
(yang dibuat)? Jelas tidak kan?? Misal yang buat meja Pak Anto. Kira2 Pak Anto
mau ga yaa disamakan dengan meja? (yang
namanya Anto jangan marah yaa... Cuma perumpamaan koq ) J Dan pastinya meja yang dibuat Pak Anto
ada keterbatasannya. Yakni suatu saat pasti akan patah, lapuh, bahkan rusak. Kira2 demikian contohnya. :D
2.
Dia menciptakan dirinya Sendiri.
Kalo Allah menciptakan diriNya sendiri maka
disini Allah juga berperan sebagai Makhluk sekaligus Khaliq. Lucu yaa ?? :D Sesuatu yang bersifat
terbatas –makhluk- harus berpadu dengan Maha Sempurna –Khaliq-, maka bathillah
kemungkinan ini. Jadi maksudnya Allah menjadi Khaliq sekaligus Makhluk dalam
waktu yang bersamaan. Sungguh! Hal yang salah.
3.
Dia bersifat azali dan wajibul wujud.
Siapa saja yang mempunyai akal akan
mampu membuktikan –hanya dengan adanya benda-benda yang dapat diinderanya—bahwa
dibalik benda-benda itu pasti terdapat Pencipta yang telah menciptakannya.
Fakta menunjukkan bahwa semua benda itu bersifat terbatas, serba kurang, serba
lemah, dan saling membutuhkan. Jadi untuk membuktikan adanya Allah SWT
sebenarnya cukup dengan mengarahkan perhatian manusia terhadap benda-benda yang
ada di alam semesta ini, fenomena hidup, dan diri manusia sendiri. Sehingga
dengan mengamati hal-hal tersebut akan didapati bukti yang meyakinkan akan
adanya ALLAH SWT.
Dalam surat Ali ‘Imran ayat 190, Allah
berfirman yang artinya ::
“sesungguhnya dalam penciptaan langit dan
bumi, dan silih bergantinya malam dan siang, terdapat tanda-tanda (ayat) bagi
ORANG YANG BERAKAL”.
Surat Al-Baqarah
ayat 164 ::
“sesungguhnya dalam penciptaan langit dan
bumi, silih bergantinya malam dan siang. Berlayarnya bahtera di laut yang
membawa apa yang berguna bagi manusia. Dan apa yang Allah turunkan dari langit
berupa air, lalu dengan air itu Ia hidupkan bumi sesudah matinya (kering), lalu
Ia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan. Dan pengisaran air dan awan yang
dikendalikan antara langit dan bumi. Sesungguhnya (semua itu) terdapat
tanda-tanda (Keesaan dan Kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan”
Memang benar, bahwa keimanan kepada
Allah Subhanahu wata’ala merupakan hal fitri pada diri manusia. Akan tetapi,
Islam tidak membiarkan keimanan itu muncul hanya dari hati saja tanpa
menggunakan akal. Karena apabila itu terjadi akan mudah sekali terjerumus
kepada hal-hal yang menyesatkan. Ketika seseorang mengandalkan perasaan hatinya
dalam beriman, maka akan muncul suatu sikap untuk menghayalkan wujud Rabb dalam
bentuk materi, memikirkan tentang bentuk Rabb, bahkan sampai-sampai beberapa
waktu yang lalu ada suatu ajaran yang mengatakan bahwa untuk mendapatkan
ampunan dari Allah dan dijamin masuk Syurga cukup dengan membayar uang Rp 500
Juta rupiah yang bisa ditransfer melalui rekening X ke no rekening xxxxx. Na’udzhubillah ... Para
sahabat/sahabiyah saja yang sudah dijamin masuk syurga membayar nyawanya dengan
berperang dijalan Allah, koq kita bisa2nya berfikir uang Rp 500 juta bisa tebus
semua kesalahan?? Meskipun para pejuang agama Allah tidak mengharapkan
syurgaNya melainkan keridhaanNya.
Maka berpikirlah tentang penciptaan
langit dan bumi !! jangan jadikan hati atau perasaan sajja sebagai tolak ukur
keimanan, akan tetapi gunakanlah akal. Ratusan ayat yang Allah sebutkan dalam
Al-Qur’an untuk mengajak manusia berpikir. Jadi kita tidak hanya disebut
sebagai Islam KTP atau Islam Nenek
Moyang, namun Islam yang benar-benar muncul dari buah pemikiran yang
cemerlang, insya allah ...
3. Keterbatasan Akal Manusia
Berbicara tentang keterbatasan, akal
manusia juga memiliki keterbatasan lho ... walaupun Allah menyuruh kita untuk
menggunakan akal dalam hal keimanan, namun kenyataannya akal juga terbatas
kemampuannya. Terbatas dalam hal apa? Sama halnya dengan anggota tubuh yang
lain, ada hal-hal yang mampu dijangkau oleh akal, ada juga yang tidak.
Ketidakmampuan tersebutlah yang menunjukkan bahwa akal juga terbatas. Akal
tidak mungkin menjangkau aspa yang ada diluar batas kemampuan indera dan
akalnya. Terbatas pula kekuatannya sekalipun meningkat dan bertambah sampai
batas yang tidak dilampauinya; terbatas juga jangkauannya. Maka hal ini
menunjukkan bahwa akal tidak mampu memahamai Zat Allah dan hakekatNya. Sebab
Allah berada diluar dari ketiga unsur utama tadi (Alam semesta, hidup, dan
manusia).
Membahas hal ini salah seorang teman
saya pernah berucap, “katanya yakin akan
adanya Allah, tapi koq ga bisa memahami Zat Allah? Bagaimana bisa dekat dengan
Allah, kalau kita sendiri ga kenal gimana Allah?”. Tentu bukan itu yang
seharusnya menjadi sebuah pertanyaan penting, karena pada hakekatnya iman itu
percaya pada wujud Allah SWT, sedangkan wujudNya dapat diketahui melalui
makhluk-makhlukNya, alam semesta dan hidup ini. Karena ketiga unsur tadi mampu
dijangkau oleh akal. Seyogyanya dengan memahami ketiga unsur ini, maka kita
dapat memahami adanya sang Pencipta, Allah SWT. Bagaimanapun kita memaksa untuk
memahami sesuatu hal diluar jangkauan kita, maka akan mustahil bagi kita untuk
dapat mencapainya. (wong panggilan
telepon ajja kalo operator bilang nomor yang Anda tuju diluar jangkauan, kita
ga bisa berbuat apa2, selain putuskan komunikasi, tuut tuut tuut,,, ya kan??
Hehehe).
Mata kita, punya keterbatasan. Artinay
hanya mampu melihat hal-hal dalam batas jangkauan saja. Seandainya mata kita
kemampuannya tidak terbatas, kita ga perlu ke Australia hanya untuk melihat
Kanguru, ga perlu ke Jakarta untuk liat gimana emas aslinya Monas. :D cukup
diliat dari kamar ajja langsung nampak. :P
Padahal tidak demikian kan? Untuk
melihat sesuatu dibalik tembok saja kita tidak mampu sebelum kita lewati tembok
itu, apalagi harus menembus pandangan keluar dari jangkauan, jauhh..... jauh
sekali !! Hal yang mustahil pastinya. Oleh karenanya, akalpun demikian. Apabila
iman kita kepada Allah SWT telah dicapai melalui proses berfikir, maka
kesadaran kita terhadap adanya Allah menjadi sempurna. Begitu pula jika
perasaan hati kita mengisyaratkan adanya Allah, lalu dikaitkan dengan akal,
tentu perasaan tersebut akan mencapai tingkat yang meyakinkan. Bahkan hal itu
akan memberikan suatu pemahaman yang sempurna serta perasaan yang meyakinkan
terhadap sifat-sifat ketuhanan. Dengan sendirinya, cara tersebut akan
meyakinkan kita bahwa manusia tidak sanggup memahami hakekat Zat Allah.
Sebaliknya justru akan memperkuat iman kita kepada Allah. Disamping keyakinan
ini, kita wajib berserah diri terhadap semua yang dikabarkan Allah SWT tentang
hal-hal tidak sanggup dicerna atau yang tidak dicapai oleh akal. Ini disebabkan
lemahnya akal manusia yang memiliki ukuran-ukuran nisbi yang serba terbatas
kemampuannya, untuk memahami apa-apa yang ada diluar jangkauannya.
4. Mengapa harus Rasul ??
Ada tiga gharizah (naluri) pada diri manusia,
yakni ::
a.
Gharizah (naluri) Baqa
yakni naluri untuk mempertahankan diri. Misalnya marah, benci, sakit hati,
kesal, dll.
b.
Gharizah (naluri) Tadayyun
yakni naluri untuk mensucikan sesuatun (naluri agama)
c.
Gharizah (naluri) Nau’
yakni naluri untuk melangsungkan keturunan seperti jatuh cinta.
Nah, naluri Tadayyun ini yang
menunjukkan bahwa kebutuhan beragama adalah sesuatu hal yang lumrah dan fitri
pada diri manusia. Dalam fitrahnya manusia senantiasa mensucikan PenciptaNya. “makanya jangan heran kalo orang yang lagi
penat pikirannya ketika shalat hatinya teduh, damai, dan nyaman”.
Seperti yang uda dibahas sebelumnya,
bahwa dunia diciptakan bersamaan dengan aturan-aturannya. Bayangkan, jika Allah
menciptakan dunia tanpa aturan, pasti berantakan hidup ini. Semua orang
seenaknya !! Ga ada yang namanya Undang-undang, sanksi, denda, dan hukuman.
Toh, semua orang sesuka hatinya !! loe
yaa loe .. gue yaa gue .. !! :D
Namun pada kenyataannya kan tidak. Hidup
ini teratur dengan adanya peraturan. Semua tersusun rapi dan sesuai tempatnya.
Ga berantakan kayak kapal pecah. Hanya saja dengan keterbatasan yang kita
miliki, Allah menurunkan aturan-aturanNya yang harus dijalankan tidak secara
langsung. Kenapa? aa .. kembali lagi. Karena keterbatasan manusia. Selain itu,
aturan dikehidupan ini tidak bisa
berasal dari manusia. Kenapa? Yaa
secara... Manusia banyak maunya. Si A maunya ini, si B maunya itu, belum lagii
si C, D, E, F, dst .. kapan selesaii??? Inilah mengapa
aturan itu dari Allah sehingga semuanya sesuai dengan kebutuhan. Dan pada
kenyataannya Allah tidak pernah salah dalam menerapkan suatu hukum. Akibat dari
aturan ini harus diketahui oleh manusia, maka tidak boleh tidak ada RASUL.
Karena pada Rasul-lah yang menyampaikan agama Allah alias perantara.
Bukti lain bahwa manusia perlu Rasul
adalah dalam hal pemenuhan Gharizah. Setiap
manusia mempunyai kebutuhan yang sama hanya saja cara pemenuhannya yang
berbeda. Sehingga dengan perbedaan ini akan timbul suatu perselisihan,
pedebatan, pertengkaran, dan permusuhan. Allah juga mengatur hal tersebut yang
kemudian disampaikan melalui RasulNya. Jika untuk hal pemenuhan kebutuhan ini
tidak dibuat aturan maka manusia akan mudah menjurus ke hal yang menyimpang.
Misalnya, ketika Gharizah Baqa’ menguasai
diri, marah luar biasa, jika tidak ada aturan, maka orang akan seenaknya
menghajar orang lain, memukul bahkan bisa sampai pada membunuh. Walaupun ada sebagian manusia yang melakukan
hal tersebut. Mengapa Rasul yang menjadi pilihan Allah ??
Rasul juga manusia. Artinya setiap
kebutuhan Rasul sama dengan manusia. Mengapa Rasulullah dijadikan sebagai
panutan? Karena setiap kebenaran itu ada pada diri Beliau. Beliau seorang yang
terjaga, terpercaya, bahkan manusia terbaik. Apabila yang menyampaikan aturan
ini adalah Malaikat, apa yang akan terjadi? Malaikat tidak memiliki hawa nafsu,
tidak makan dan tidak minum, tidak menikah, dll.
Bagaimana aturan tersebut tersampaikan sedangkan kebutuhannya berbeda.
Bagaimana kalau yang menyampaikan aturan tersebut adalah Syeithan, huft .. kacau balau semuanya yaa ?? inilah
wujud bahwa manusia butuh seorang Rasul sebagai perantara antara Hamba dan
TuhanNya.
Bersyukurlah .. Karena mereka adalah
orang-orang pilihan. Saat ini menjadi panutan. Kelak kita butuh syafaat atau
pertolongannya. Bersyukurlah !! masuk ke dalam golongan orang muslim, karena
kelak kita akan berkumpul bersama-sama didalam syurgaNya ...